Oleh : dr. Iswan Daru , Staf ASN Jawa tengah saat mengikuti pelatihan pembuatan policy Brief kesehatan bersama Bagian administrasi kebijakan publik, Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, semarang tahun 2019.
A. Ikhtisar
Saat ini, Balkesmas ( Balai Kesehatan Masyarakat ) di salah satu wilayah eks Karesidenan Surakarta ( Solo ) menghadapi fenomena transisi kesehatan, seperti yang terjadi secara nasional di Indonesia. Perubahan Demografi dan epidemiologi sering dikaitkan sebagai penyebab utama dari transisi kesehatan dan meningkatnya kasus PTM ( Penyakit Tidak Menular) yang membawa perubahan permintaan akan pelayanan kesehatan,terlebih di awal pelaksanaan era JKN ini yang masih menyimpan beberapa masalah baik sistem rujukan, kesiapan fasyankes dan mulai surutnya promosi kesehatan. Sebagai Fasyankes yang menjalankan Upaya kesehatan masyarakat maupun perorangan, Balkesmas sudah mampu menjalankan Promotif preventif kesehatan maupun kuratif rehabilitatif terhadap kasus penyakit menular. Namun, sejak tahun 2015 hingga 2017,justru terjadi peningkatan kasus baru penyakit tidak menular dengan angka tertinggi kasus hipertensi ( 635.545 kasus dari total 1.133.130 kasus baru PTM (55,79 % ). Maka, perlu dilakukan REFORMASI SARANA PRASARANA BALKESMAS, UNTUK PENINGKATAN AKSES PUBLIK TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN YANG BERKUALITAS, MENUJU UPAYA KURATIF REHABILITATIF PENYAKIT YANG MAKSIMAL TANPA MENINGGALKAN UPAYA PROMOTIF PREVENTIF. Sehingga, akan mampu menurunkan tingginya angka kasus penyakit tidak menular serta mengurangi prevalensi, insidensi infeksi baru sebagian penyakit menular yang masih tinggi dan tetap mampu menjawab beberapa permasalahan kesehatan di era JKN di dalam Balkesmas.
B. Pendahuluan dan pendekatan.
Di Negara Indonesia, terdapat isu beban ganda kondisi kasus penyakit yang dihadapi, dimana kasus Penyakit tidak menular (PTM) naik, sementara prevalensi dan insidensi kasus baru beberapa penyakit menular tinggi. Tingginya beberapa kasus baru penyakit menular disebabkan oleh akses penduduk terhadap air minum dan sanitasi masih rendah. Potret penyakit menular yang masih harus dihadapi meliputi prevalensi AIDS dan insiden HIV (infeksi baru) tinggi. Kasus Malaria, DBD, diare dan TB turun, namun demikian :
prevalensi malaria dan DBD di daerah endemis masih tinggi;
Diare dan TB masuk 10 besar penyebab kematian;
Muncul resiko multi-drug resistante TB.
Sedangkan naiknya kasus PTM disebabkan oleh meningkatnya faktor resiko: hipertensi, tingginya glukosa darah dan kegemukan (karena pola makan, kurang aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok).
Data Demografi menunjukkan, Pada tahun 2013, jumlah penduduk Indonesia 248.818.100 dan akan menjadi 255.461.700 pada tahun 2015 dan mencapai 268.076.600 pada tahun 2019. Rata-rata usia harapan hidup ketika lahir pada tahun 2015 akan mencapai 70,1 tahun dan pada tahun 2019, 70,9 tahun. Indonesia akan menjadi negara urutan ke-empat di dunia dengan proporsi penduduk usia lanjut paling banyak, yaitu 21.695.400 pada tahun 2015 dan meningkat menjadi 25.901.900 pada tahun 2019.
Transisi kesehatan akan mungkin terjadi, dipengaruhi oleh perubahan demografi dan epidemiologi, ditandai dengan urbanisasi, industrialisasi, peningkatan pendapatan, peningkatan tingkat pendidikan, kemajuan teknologi kedokteran serta teknologi kesehatan masyarakat. Indonesia menunjukkan kemajuan pada penurunan tingkat kematian pada beberapa penyakit menular (meski prevalensi AIDS dan insiden infeksi baru HIV masih tinggi ), namun, perubahan pola beban penyakit karena meningkatnya Penyakit Tidak Menular (PTM) dan trauma/cedera dengan disabilitas.
Di samping permasalahan beban ganda kasus penyakit tidak menular (PTM) dan penyakit menular di atas, juga terdapat beberapa masalah pelayanan kesehatan. Memang, sejak diterapkan nya sistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan dengan JKN dan kepesertaan masyarakat terhadap BPJS, masyarakat tidak lagi dipusingkan dengan masalah kuota Fasyankes Rujukan yang penuh atau antrian padat. Namun, pelaksanaan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan di era JKN belum sepenuhnya bisa merata berjalan lancar tanpa hambatan apa pun di seluruh Penjuru Tanah Air.
Akhir-akhir ini terdapat isu berubahnya Permintaan terhadap Pelayanan Kesehatan. Fenomena Transisi Kesehatan akibat Pertumbuhan penduduk dan perubahan struktur penduduk merupakan penggerak utama terjadinya peningkatan kebutuhan kesehatan dan pelayanan kesehatan. Permintaan akan pelayanan kesehatan yang berkualitas, manajemen disabilitas dan perawatan jangka waktu lama; dikombinasikan dengan peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita (US $ 3.509.00; IMF 2013) diperkirakan meningkat secara bermakna dalam waktu dekat. Semua ini akan membawa perubahan pada kompleksitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan (tenaga, spesialisasi, peralatan medis dan teknologi canggih) dan peningkatan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan (primer, sekunder dan tersier). Secara umum, dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak Januari 2014, tingkat penggunaan pelayanan kesehatan (rawat inap dan rawat jalan) akan meningkat secara bermakna dan akan mempengaruhi beban fasilitas pelayanan kesehatan serta sistem kesehatan secara keseluruhan.
Masalah pelayanan secara nasional yang masih terjadi di era JKN tersebut mencakup:
- hambatan akses peserta karena biaya tidak langsung tinggi dan kondisi geografis;
- fasyankes belum memenuhi standar sarana, tenaga dan kualitas;
- rendahnya fasyankes primer swasta yang bekerjasama dengan BPJS;
- sistem rujukan belum optimal serta
standar praktik layanan kesehatan perlu dibangun.
Sementara di Fasilitas pelayanan kesehatan nya sendiri, Berbagai fakta juga mencerminkan kondisi dimana Subsistem pelayanan kesehatan dasar dan rujukan menuai sejumlah persoalan.:
- Keterbatasan akses penduduk pada pelayanan kesehatan ditemukan di DTPK ( Daerah tertinggal, perbatasan dan Kepulauan ).
- Kualitas pelayanan juga belum optimal karena ketiadaan standar pelayanan dan sistem informasi (medical record dan informasi).
- Akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik dan rumah sakit) perlu dibenahi.
- Pelayanan kesehatan promotif dan preventif rapuh, serta Sistem rujukan belum berjalan optimal.
D. Temuan dan analisis hasil studi.
Fakta di balkesmas, Untuk penyakit menular, memang Tren Succes Rate Kesembuhan kasus TBC masih stagnan pada 3 tahun ter akhir sejak 2015 di kisaran 67-68 %. Namun mulai akhir 2018, Sejak Balkesmas resmi memiliki sarana prasarana untuk penegakan diagnosis TB MDR dengan adanya SDM Dokter Spesialis Paru, Tenaga analis Kesehatan dan Bagian DOTS yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai TB MDR dan Pemakaian prasarana Gene Expert Yang dimiliki, maka diagnosis TB Resistan Obat ( TB MDR ) dan diagnosis Kasus Baru TBC menjadi lebih tajam. Klinik Rawat Jalan dan Rawat Inap Balkesmas menjadi lebih cepat dalam menentukan kasus curiga TBC, sangat mengurangi overdiagnosis kasus curiga TBC yang pada akhirnya merupakan penyakit Pneumonia, keganasan atau MOTT, serta bisa menghindari Underdiagnosis kasus TB Resistan Obat, yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menaikkan trend success rate TBC, dan menurunkan trend TB MDR.
Pada Upaya Kesehatan masyarakat, Balkesmas sudah menerapkan pemberdayaan masyarakat untuk ikut mendukung upaya promotif preventif. Seksi pelayanan sudah melaksanakan program kunjungan rumah terhadap pasien pasien pengobatan TB yang ber obat di balkesmas, agar proses minum OAT pasien bisa di awasi, keluarga pasien bisa dilakukan cek up kontak TBC baik yang tidak ada keluhan apalagi keluhan yang mengarah curiga TBC, dan lingkungan rumah harus dimotivasi higienis agar mendukung pengobatan TBC dan aman dalam pembuangan dahak pasien di rumah. Sejak berganti nomenklatur menjadi BALKESMAS , kegiatan promosi kesehatan semakin diperkuat dengan ;
Ber koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten kota wilayah kerja, lintas Sektor termasuk dunia pendidikan dan organisasi Masyarakat ( Usaha Kesehatan berbasis Masyarakat, seperti : STBM ).
Balkesmas juga turut serta meningkatkan promosi kebijakan publik yang berwawasan kesehatan dengan ikut aktif dalam sosialisas GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ).
Meningkatkan dukungan penyediaan lingkungan yang mendukung perilaku hidup bersih dan sehat.
Mendorong peningkatan promosi kesehatan dalam setiap pelayanan kesehatan ( contoh ; pasien penderita PPOK selain mendapat terapi kuratif rehabilitative tetap diberi edukasi promotif preventif untuk Wajib berhenti merokok dan menghindari asap rokok serta Polutan yang lain ).
Sementara yang cukup menarik, Fakta Untuk Upaya Kesehatan Perorangan , Balkesmas Sebagai UPT dari dinas kesehatan provinsi Jawa Tengah, dengan wilayah kerja se eks-Karesidenan Surakarta, mengalami peningkatan data kasus Penyakit penyakit tidak menular. Kasus baru Penyakit tidak menular tertinggi adalah Hipertensi dimana pada tahun 2017, terdapat sejumlah 635.545 kasus dari total 1.133.130 kasus baru PTM (55,79 % ). Sejak Tahun 2015, kasus hipertensi menempati urutan ter tinggi di antara kasus PTM lain dan data nya meningkat dari 52,45 % pada 2015, 52, 90 % pada 2016 hingga tahun 2017 tersebut. Sebagian besar kasus Hipertensi dirawat secara berkala di Klinik Rawat Jalan Balkesmas oleh Dokter Spesialis Paru dan Dokter umum menggunakan formularium obat penurun tekanan darah yang ada di dalam balkesmas. Bila tidak ada penurunan tekanan darah dalam waktu 3 bulan bahkan muncul komplikasi atau tanda gagal jantung, maka sesuai konsensus penatalaksanaan hipertensi 2019 (disusun oleh Perhimpunan keseminatan Hipertensi yang bernama Indonesian Society of Hypertension / Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia ), perlu dilakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki SDM Dokter Spesialis Jantung. Faktanya, Sebagian kecil kasus hipertensi lain nya, langsung mencari faskes rujukan yang memiliki Dokter spesialis Jantung sejak penyakit hipertensi nya sudah ditegakkan. Padahal, jumlah dokter spesialis jantung di Wilayah kami tidak banyak , hanya terpusat di 1 rumah sakit pemerintah dan 1 Rumah sakit swasta dengan antrian pemeriksaan yang cukup banyak di era JKN ini.
Sementara untuk kasus penyakit tidak menular lain nya , Penyakit kardiovaskular tetap mempunyai prevalensi yang tinggi dan dengan angka morbiditas yang tinggi serta dapat menurunkan produktifitas penderitanya, menurunkan kualitas hidup dan sering mengalami perawatan ulangan. Penyakit kardiovaskular pada umumnya merupakan penyakit yang sangat ideal untuk dilakukan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif, karena prosesnya penyakitnya jangka panjang, tetapi kejadian kegawatan bisa muncul mendadak, dapat menyebabkan kematian dan morbiditas yang tinggi, dan memerlukan biaya pengobatan yang tinggi. Namun sebagian besar upaya pencegahan dapat dilakukan melalui upaya perubahan pola hidup.
Oleh karena itu, program prevensi dan rehabilitasi harus dijalankan bersamaan dengan pelayanan diagnostik dan kuratif. Peranan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) beserta dokter spesialis lain dan dokter umum serta petugas kesehatan lainnya di berbagai tingkat fasilitas kesehatan termasuk Balkesmas sangat besar untuk dapat mengendalikan prevalensi penyakit kardiovaskular dan mengembalikan penderitanya ke dalam kehidupan yang produktif. Menurut Panduan Rehabilitasi Kardiovaskular 2019 yang diterbitkan oleh Organisasi Perhimpunan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) / PERKI, setiap Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) telah dianggap mampu / kompeten melakukan pelayanan dalam bidang rehabilitasi kardiovaskular, sehingga harus berinisiatif, menjadi pelopor, dan menjadi pelaku dalam pelayanan rehabilitasi kardiovaskular. Namun, bila mengingat ketersediaan tenaga yang ada di beberapa institusi pelayanan kesehatan serta perlunya integrasi dalam pelayanan rehabilitasi kardiovaskular, maka perlu bekerjasama dengan petugas pemberi asuhan lainnya seperti perawat, fisioterapis, ahli gizi, ahli psikologi, ahli terapi okupasi, pelatih fisik dan lain-lain serta dengan dokter umum atau dokter spesialis lainnya yang berhubungan dalam pelayanan tersebut.
Telah banyak bukti ilmiah menunjukkan manfaat dari program rehabilitasi kardiovaskular, yang secara umum, merupakan program pencegahan sekunder penyakit kardiovaskular yang komprehensif yang disertai dengan program latihan fisik baik yang dilakukan di institusi rumah sakit atau berbasis rumah maupun komunitas. Hal ini juga akan mampu mendukung upaya promotif, preventif dan rehabilitatif BAlkesmas dalam menghadapi tingginya kasus PTM ( Penyakit Tidak Menular) kardiovaskular, dengan tetap meningkatkan upaya pelayanan diagnostik dan kuratif.
D. Konteks Dan Pentingnya Masalah.
Transisi kesehatan akibat adanya perubahan demografi dan epidemiologi akan membawa dampak yang tidak boleh di anggap remeh. Secara Nasional, terdapat peningkatan jumlah penduduk usia lanjut (60 tahun ke atas) yang akan mencapai 21.685.400 pada tahun 2015 dan 25.901.900 pada tahun 2019. Hal ini akan menghasilkan, prediksi usia harapan hidup ketika lahir pada tahun 2015 akan menjadi 70.1 tahun dan tahun 2019 menjadi 70,9 tahun (Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 ). Sementara di Kabupaten klaten sendiri, berdasarkan data Proyeksi Penduduk BPS Kabupaten Klaten, Jumlah penduduk usia 60-64 tahun ( baik laki-laki dan wanita ), terus mengalami peningkatan sejak tahun 2011, dari 48.715 jiwa menjadi 58.296 Jiwa di tahun 2017. Sedangkan, Untuk usia 65 tahun ke atas, sempat mengalami penurunan jumlah penduduk pada tahun 2013, dari tahun sebelumnya, 130.701 jiwa menjadi 115.248 jiwa, Namun angka tersebut perlahan semakin meningkat terus hingga tahun 2017 menjadi 129.845 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk usia lanjut ( 60 tahun ke atas ) baik secara nasional atau pun di Kabupaten Klaten tentu akan meningkatkan resiko meningkatnya penyakit utamanya penyakit degenerative mau pun penyakit tidak menular, ditambah dengan perubahan ( transisi ) dalam pola makan, kurangnya aktifitas fisik, kebiasaan merokok. Pada usia lanjut juga akan terjadi penurunan Daya tahan Tubuh dan rentan terjadi stress, yang akan memicu mudahnya perkembangan infeksi penyakit menular. Bila hal ini tidak segera mendapat perhatian dan penanganan, maka akan menjadi beban berat untuk Sistem pelayanan Kesehatan Indonesia. Beban berat ini mencakup beban ganda kondisi kasus penyakit yang dihadapi, dimana kasus Penyakit tidak menular (PTM) naik, sementara prevalensi dan insidensi kasus baru beberapa penyakit menular masih tinggi.
E. Kesimpulan
Permasalahan masih tingginya trend kasus baru penyakit tidak menular tersebut perlu segera dilakukan pemecahan yang terbaik, agar Balkesmas turut serta mendukung penurunan beban ganda tingginya penyakit tidak menular dan menular, yang juga menjadi permasalahan kesehatan nasional, terlebih di era JKN ini. Balkesmas sebagai Faskes rujukan tingkat sekunder harus memastikan fasilitas kesehatan dilengkapi sarana prasarana, obat, alkes, nakes dan kualitas memadai agar mampu mendukung penurunan kematian akibat beban ganda penyakit tidak menular dan menular yang masih tinggi, dengan tetap mendorong upaya promotif preventif di dalam pelaksanaan terapi kuratif rehabilitatifnya.
F. Opsi/ Rekomendasi Kebijakan .
Secara nasional, Pemerintah sedang memastikan fasilitas kesehatan dilengkapi sarana prasarana, obat, alkes, nakes dan kualitas memadai. Oleh karenanya itu,
(i) pemenuhan sarana, alkes dan obat, dan
(ii) peningkatan kompetensi petugas dan kualitas fasilitas pelayanan (termasuk rujukan, informasi, medical record, dan akreditasi) menjadi agenda utama yang sedang dilakukan. Selain itu, pemerintah juga sedang mengembangkan insentif nakes di DTPK serta memperkuat pelayanan kesehatan dasar.
Bagi Balkesmas , perlu ;
Mempercepat upaya untuk peningkatan status kesehatan penduduk, dengan mempercepat pengurangan beban utama penyakit dan cedera; dan upaya khusus harus diprioritaskan, direncanakan dan diimplementasikan. Berbagai strategi yang sudah pernah disepakati sebelumnya, tetap dijalankan namun harus dievaluasi dan diidentifikasi mengapa belum berjalan baik dan perlu disesuaikan untuk bisa menjangkau penduduk di wilayah kerja .
Perlu Terdapat program untuk memperkirakan permintaan pada pelayanan kesehatan di masa mendatang, termasuk renovasi dan membangun fasilitas pelayanan kesehatan baru pada tingkat sekunder, ketersediaan tenaga kesehatan, peralatan medis & laboratorium, obat, fasilitas transportasi untuk kegiatan di wilayah sulit, sistem rujukan dan biaya operasional.
Diperlukan juga peningkatan peran sektor swasta dalam pelayanan kesehatan dan merumuskan mekanisme kerjasama antara fasilitas pelayanan kesehatan sektor publik dan sektor swasta.
Ekuitas dalam mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan perlu dimonitor dan ditingkatkan, dan efisiensi sistem pelayanan kesehatan di berbagai tingkat pemerintahan perlu ditingkatkan.
Tetap mendorong peningkatan promosi kesehatan dalam setiap pelayanan kesehatan ( pasien penderita penyakit tidak menular dan menular, selain mendapat terapi kuratif rehabilitative, wajib di beri edukasi promotif preventif untuk mengurangi faktor resiko penyakit, meski secara singkat di Klinik ).
Oleh karena itu, Kepala Balkesmas , memiliki Kebijakan untuk memudahkan akses Publik terhadap pelayanan kesehatan rujukan yang jauh lebih berkualitas , dengan memperluas akses masuk ( renovasi prasarana ; gedung ) dari jalan Raya yang semula harus masuk melalui Jalan Lingkungan, berubah lebih mudah, dapat langsung diakses dari jalan Raya Solo Jogja oleh Masyarakat. Demikian juga dengan sarana dan prasarana yang lain seperti ; Dokter spesialis paru, Dokter spesialis jantung utamanya yang mendalami bidang Prevensi dan Rehabilitasi Kardiovaskular, peningkatan kompetensi SDM paramedis, kompetensi analis kesehatan dan alkes pemeriksaan penunjang diagnosis, kerjasama dengan faskes sektor swasta mau pun faskes kesehatan tingkat dasar milik pemerintah , akan turut dikembangkan untuk mendukung PENINGKATAN AKSES PUBLIK TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN YANG BERKUALITAS DI salah satu BALKESMAS di Wilayah Eks Karesidenan Surakarta ( SOLO ) / UPT Dinkes provinsi Jawa Tengah, MENUJU MENUJU UPAYA KURATIF REHABILITATIF PENYAKIT YANG MAKSIMAL TANPA MENINGGALKAN UPAYA PROMOTIF PREVENTIF PADA ERA JKN.
Sumber ;
- Data trend kasus penyakit menular dan tidak menular di Balkesmas hingga Tahun 2017
- dr. Iswan, Daru, Workshop Penyusunan Policy Brief bidang Kesehatan Oleh Bagian AKK FKM UNDIP 2019.,salah satu narasumber ; Harimurti, P, MD, MPPM
- Review Sektor Kesehatan oleh Bappenas, Kemenkes, Badan POM, BKKBN, BPJS kesehatan
-Konsensus penatalaksanaan Hipertensi 2019 oleh Indonesian Society Of Hypertension (InaSH ).
- Tabel Jumlah Penduduk menurut Kecamatan, Kelompok Umur, dan Jenis Kelamin di Kabupaten Klaten Tahun 2017 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten.
- PANDUAN REHABILITASI KARDIOVASKULAR 2019. Oleh Pokja Prevensi dan Rehabilitasi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
- website InaSH dan PERKI
DISCLAIMER ;
"Kami adalah manusia biasa yang tidak luput dari kealpaan, namun kami juga manusia yang selalu berusaha belajar menerapkan kebaikan. Dengan Demikian, kami berharap kritik dan saran positif secara baik terhadap konten tulisan kami, walaupun kami selalu berusaha maksimal mencari sumber yang paling benar dan memantau perkembangan sumber ilmunya. Semoga Alloh ,Tuhan Yang Maha Esa me-Ridhoi usaha kami dan rekan pembaca dalam berbagi ilmu kebenaran ,demi Kemaslahatan Dunia Untuk Akhirat, serta dihindarkan dari tindakan pencemaran Nama baik, diskriminasi suku,agama,ras, Antar golongan ( SARA) , pelanggaran hukum agama dan negara serta Pelanggaran Hak cipta. Terima Kasih", Salam sehat lahir batin, Sukses selalu dan Salam perdamaian di DUNIA INTERNASIONAL
- By Jonadoctor, Health And Business (C) 2008 - 2021 ( contact us , mail : jonadoctorspot@gmail.com )
0 comments:
Posting Komentar