Diabetes Melitus (DM) terdiri dari 2 jenis, DM tipe 1 dan DM tipe 2. Dm tipe 1 disebut juga IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) yang disebabkan oleh destruksi sel Beta pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan DM tipe 2 disebut juga NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) disebabkan kegagalan relatif sel Beta dan resistensi insulin.
Gejala awal yang khas dialami penderita DM antara lain Polifagia (Lebih sering makan), Poliuria (Lebih sering buang air kecil), Polidipsia (Lebih sering minum), lemas dan berat badan turun. Sedangkan gejala lain yang mungkin dikeluhkan penderita Diabetes antara lain kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita.
Seseorang dikatakan menderita Diabetes bila mengalami keluhan dan gejala khas tersebut ditambah hasil pemeriksaan Gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau Gula Darah puasa ≥ 126. Bila hasil pemeriksaan Gula darah meragukan, Pemeriksaan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) diperlukan untuk memastikan diagnosis DM. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang abnormal.
Penatalaksanaan DM dibagi menjadi penatalaksanaan jangka pendek dan jangka panjang. Penatalaksanaan jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM, sedangkan jangka panjang untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar gula darah, lipid dan insulin. Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan.
Pada perencanaan makan, santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %), protein (10-15 %), dan lemak (20-25%) jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan , status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya.
Latihan jasmani juga dianjurkan untuk penderita diabetes. Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih 0,5 jam yang sifatnya CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance). Latihan yang dapat dijadikan pilihan misalnya jalan kaki, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85% denyut nadi maksimal(Denyut nadi maksimal/DNM = 220-umur).
Jika penderita telah melakukan pengaturan makan dan olahraga secara teratur, tetapi kadar gula darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat yang berkhasiat hipoglikemik (oral/suntikan). OBat yang berkhasiat hipoglikemik yang tersedia dalam bentuk oral antara lain golongan SUlfonilurea, Biguanid, Inhibitor Alfa Glukosidase, Insulin Sensitizing agent. Sedangkan Obat berkhasiat hipoglikemik yang tersedia dalam bentuk Suntikan adalah Insulin.
Insulin digunakan pada penderita DM tipe 2 dengan indikasi antara lain :
-DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontraindikasi dengan obat tersebut.
- DM dengan berat badan menurun cepat
- Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
- DM yang mengalami stres berat seperti infeksi sistemik, operasi besar.
- DM dengan kehamilan yang tidak terkendali dengan pengaturan makan.
Dosis Insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan-lahan sesuai dengan hasil glukosa darah penderita. Jika penderita sudah diberikan sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal namun kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonilurea dengan metformin. Jika cara ini tidak berhasil juga, dipakai kombinasi sulfonilurea dan insulin.
Lalu,ketika bulan Puasa Ramadhan, adakah penderita DM bisa berpuasa dan bagaimana dosis pengobatannya?..
Menurut studi EPIDIAR (Epidemmiology of Diabetes and Ramadhan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara ISlam mendapatkan, 43% pasien diabetes melitus (DM) tipe 1 dan 79% pasien DM tipe 2 berpuasa selama Ramadhan. MEmang penderita diabetes yang berpuasa beresiko memiliki efek samping seperti hipoglikemia, hiperglikemia, dengan atau tanpa ketoasisdosis dan dehidrasi. Resiko ini akan meningkat pada periode berpuasa yang lama.
Sebenarnya selama kadar gula darah terkontrol dengan baik sebelum puasa, aman bagi penderita diabetes untuk berpuasa. Lima hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pasien diabetes yang menjalankan puasa, yakni :
- Tatalaksana bersifat individual
- Pemantauan teratur kadar gula darah
- Nutrisi tidak boleh berbeda dari kebutuhan harian
- Olahraga tidak boleh berlebihan
- Penderita harus tahu kapan membatalkan Puasa
Penderita diabetes yang ingin tetap menjalankan Puasa Ramadhan, perlu konsultasi kepada dokter, apakah termasuk pasien berisiko tinggi mengalami efek samping atau tidak. Setidaknya 3 bulan sebelum puasa Ramadhan harus sudah direncanakan, agar bisa dinilai beberapa hal :
- Pemeriksaan Gula darah dan HbA1c
- Pemeriksaan komplikasi dan kondisi komorbid lain yang dapat memperburuk akibat yang berkepanjangan.
- Perubahan diet dan perencanaan makan berdasar kebiasaan dengan tetap menjaga jumlah kalori harian
- Kemungkinan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit juga perlu diperhatikan.
Dosis dan cara Pemakaian Obat berkhasiat hipoglikemik Oral maupun suntikan juga mengalami perbedaan antara saat tidak puasa dengan saat puasa Ramadhan.
Lalu, Pertanyaannya,
- Bagaimana penentuan atau stratifikasi penderita DM berdasar resiko efek samping?. Apakah termasuk resiko sangat tinggi, resiko tinggi, resiko moderat atau resiko rendah sehingga lebih tenang menjalankan puasa?..
- Kalau ada perbedaan dosis dan cara pemakaian Obat berkhasiat hipoglikemik Oral maupun suntikan, bagaimana detailnya?..
Jawabannya secara detail bisa anda baca di Semijurnal Farmasi dan Kedokteran ETHICAL DIGEST edisi Juli 2014. Berikut tampilan Covernya.
0 comments:
Posting Komentar