SKP adalah kependekan dari Satuan Kredit Partisipasi yang dikeluarkan oleh IDI (ikatan Dokter Indonesia) atau PDGI (Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia). SKP ini menjadi bagian akreditasi dokter atau dokter gigi dari P2KB (Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan) atau CPD (Continuing Professional Development) eksternal atau juga CME (Continuing Medical Education).SKP merupakan bukti kesertaan seorang dokter dalam program P2KB. Kredit inidiberikan baik untuk kegiatan yang bersifat klinis (berhubungan dengan pelayanan kedokteran langsung atau tak langsung) maupun nonklinis (mengajar, meneliti, manajemen).
Syarat perolehan SKP untuk resertifikasiadalah 50 SKP per tahun yang tersebar pada berbagai ranah kegiatan.SKP wajib dikumpulkan oleh dokter atau dokter gigi sesuai pasal 28 & 51e UU no.29/2004 yang mewajibkan dokter/dokter gigi untuk terus menambah ilmu pengetahuan & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/ kedokteran gigi (dalam bentuk P2KB). P2KB (Program pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan) adalah upaya pembinaan bersistem untuk meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional agar dokter senantiasa layak menjalankan profesinya. Kegiatan yang dapat diberi kredit dibedakan atas 3 jenis di bawah ini.
1. Kegiatan pendidikan pribadi: kegiatan perorangan yang dilakukan sendiri yang memberikan
tambahan ilmu dan keterampilan bagi yang bersangkutan
2. Kegiatan pendidikan internal: kegiatan yang dilakukan bersama teman sekerja dan merupakan
kegiatan terstruktur di tempat kerja yang bersangkutan
3. Kegiatan pendidikan eksternal: kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak lain di luar tempat kerja
yang bersangkutan, yang dapat berskala lokal/wilayah, nasional, maupun internasional. Dokter yang mengikuti kegiatan ini akan mendapatkan SKP dari penyelenggara yang besarnya ditentukan oleh
BP2KP Pusat atau Wilayah (tergantung pada skala kegiatannya).
Ditinjau dari sudut keprofesian, kegiatan dalam P2KB ini dibedakan atas 5 ranah (domain) kegiatan berikut ini.
1. Kegiatan pembelajaran (learning)
2. Kegiatan profesional
3. Kegiatan pengabdian masyarakat/profesi
4. Kegiatan publikasi ilmiah atau populer di bidang kedokteran
5. Kegiatan pengembangan ilmu dan pendidikan
Untuk mendapatkan SKP ini memang tidak mudah. Setiap acara pelatihan, seminar, simposium dan kegiatan ilmiah kedokteran lainnya harus mendapatkan akreditasi IDI terlebih dahulu. Tidak setiap acara ilmiah kedokteran mengandung nilai SKP yang besar, Nilai SKP bisa bervariasi, dari 2 - 20. Hal ini memang tergantung dari besarnya even yang digelar oleh perkumpulan-perkumpulan profesi medis tertentu, topik yang menarik sesuai kebutuhan kesehatan masyarakat, dan luasnya target peserta acara tersebut. Semakin besar suatu even di bidang kedokteran dan kesehatan, tentunya membutuhkan dana yang lebih besar juga, jumlah panitia dan fasilitas yang megah juga. Hal tersebut mengundang pihak sponsor yang ternama juga, dan tentunya para pembicara yang profesional atau sudah berpengalaman juga.
Hal ini akan berimbas pada mahalnya harga tiket untuk mengikuti acara-acara tersebut. Meskipun berapapun uang yang harus dikeluarkan, waktu yang harus disempatkan, setiap dokter pasti akan mengusahakan mendapatkan SKP dari IDI. Hal ini sudah menjadi kewajaran, karena SKP yang besar berhubungan erat dengan kualifikasi para dokter, sehingga mempermudah dipertimbangkan di segala sektor pelayanan kesehatan. Bagi para mereka yang masih mahasiswa pun tidak salah mengikuti acara tersebut. Memang tidak murah meski harga tiket untuk mahasiswa sudah diberi keringanan. Apalagi nilai SKP memiliki masa kadaluarsa seperti yang tertera pada setiap sertifikat SKP dari IDI.
Berikut Perhitungan batasan minimal dan maksimal bobot kredit Kegiatan Pendidikan CPD untuk Simposium dan Workshop (Jangka Pendek).
Selain memiliki masa kadaluarsa, Sertifikat SKP yang sudah di akreditasi IDI, yang dikumpulkan oleh dokter juga memiliki target. Biasanya dalam jangka 5 tahun, setiap dokter harus mengumpulkan sekian SKP dari berbagai ranah. Berikut Proporsi kegiatan profesional yang idealnya dicapai
Akhir-akhir ini banyak fenomena dimana harga tiket untuk mengikuti acara ilmiah kedokteran yang terakreditasi IDI semakin mahal. Entah karena semakin mahal nya biaya sewa tempat acara ilmiah tersebut atau semakin sulitnya sponsor untuk acara ilmiah tersebut. Bisa jadi karena imbas semakin gencarnya larangan gratifikasi bagi Profesi di Indonesia, termasuk Profesi Dokter. Walau pun Kementrian Kesehatan sudah mengeluarkan Permenkes yang mengatur secara detail bagian mana dalam pelayanan kesehatan dan program pengembangan profesi nya yang masuk gratifikasi.
Jangan berkecil hati para "pelayan" kesehatan masyarakat, para peningkat kesehatan masyarakat Indonesia yang tidak lain adalah Dokter Indonesia. Sejak Maret 2009, sudah ada cara yang lebih mudah, lebih murah dan lebih hebat dalam mendapatkan nilai SKP. Ini ternyata menjadi alternatif cara untuk mendapatkan nilai SKP, tanpa harus menunggu acara-acara yang ter-akreditasi IDI, tanpa memesan tiket yang mahal, tanpa harus membuang waktu lama mengikuti simposium di sela kesibukan anda. Cukup dengan berlangganan majalah JPOG (Journal Of Pediatri && Obstetry Gynecologi), maka anda dapat dengan mudah untuk mengakumulasi nilai SKP dari IDI. Bagaimana hal ini mungkin terjadi?. Tidak mustahil...
JPOG merupakan jurnal pendidikan dwibulanan dengan tipe review berkelanjutan yang menyediakan informasi tentang tren dan perkembangan terbaru bidang Pediatri dan Obstetri Ginekologi. JPOG merupakan referensi penting bagi dokter spesialis dan dokter umum. Di dalam JPOG memuat rubrik Editorial Content, Book reviews, Clinical Review, CME section, Case of The Month, Pictorial Medicine, Journal Watch. Artikel yang dimuat merupakan kumpulan diskusi dan pemikiran para Pakar dan guru besar kedokteran yang tersebar di penjuru Asia timur dan tenggara, termasuk Indonesia.
Di dalam JPOG terdapat CME question di setiap edisi. Ini merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan artikel yang terakreditasi IDI pada setiap edisi majalah. Setelah Sepuluh pertanyaan dijawab, kemudian jawaban ditulis di form yang telah disediakan, dikirimkan ke alamat yang ditunjuk, dan pembaca majalah tinggal menunggu hasilnya yang diberitahukan via email. Untuk mendapatkan SKP yang berkisar antara 2-5 SKP setiap edisi, pembaca cukup menjawab benar minimal 60% dari total pertanyaan, kemudian SKP diakumulasi sampai lebih dari 10, di buatkan sertifikat dan dikirim ke alamat pembaca.
Nah, Sudah jelas, dan tidak perlu meragukan JPOG sebagai referensi mendapatkan SKP IDI secara lebih mudah, lebih murah, dan lebih efektif dibanding mengikuti acara ilmiah kedokteran di Hotel yang tidak murah. Sungguh benar benar alternatif cara yang lebih mudah, murah dan hebat dalam mendapatkan SKP IDI. Untuk mendapatkan JPOG, memang tidak semudah membeli buku bacaan di Toko buku. Karena proses penerbitan dan pencetakan jurnal tersebut disesuaikan dengan minat pembaca yang semakin bulan jumlahnya meningkat. Oleh karena itu, Jonadoctor Informasi Kesehatan dan Bisnis sebagai Non Govermental Organization (NGO) menyediakan pelayanan pemesanan majalah JPOG, dengan bekerja sama langsung pihak Distribusi JPOG di Jakarta, Indonesia. Tidak perlu ragu, segera hubungi Jonadoctor Informasi Kesehatan dan Bisnis untuk prosedur berlangganan JPOG, agar anda sebagai Dokter tidak perlu menguras waktu mendapatkan SKP IDI.
Sumber :
-Juknis p2kb DPU IDI
-hukumkes.wordpress
-blogdetik
- Pengalaman Praktek Dokter Umum PNS Dinkesprov Jateng
- Peer-Reviewed Journal JPOG
JONADOCTOR 2008 - 2015 ( contact us @ mobile : 0822 1415 4699 )